Minggu, 07 Desember 2008


Istirahat??? mungkinkah??
Aku baru saja terbangun dari tidurku ?dan seketika itu muncul perasaan takut dan tertekan dalam diriku. Ditandai dengan detak jantungku yang semakin cepat saja bendenyut. Tanpa aku sadari sekarang sudah jam tiga kurang seperempat, gila…berarti aku sudah empat puluh lima menit terlamabat bangun. Apakah ini yang membuat aku menjadi takut?
Aku rasa tidak pasalnya sudah sering aku bangun terlambat dan biasa saja. tetapi sore ini begitu berbeda dari biasanya. Udara agak sedikit dingin dan lembab sehingga mengingatkan aku akan suasana rumah yang udaranya hampir mirip dengan sekarang ini. tapi aku membayangkan hal ini adalah alam bawah sadarku saja karena kangen dengan rumah dan segera ingin pulang. Ternyata alam bawah sadarku tidak dapat kompromi, padahal masih ada satu minggu yang berat yang harus aku jalani yaitu test semesteran.
Aku mencoba untuk keluar dari kamar dan mencoba mencari tanda-tanda kehidupan diluar. Setelah aku melangkah beberapa saat, ternyata tidak ada tanda-tanda kehidupan sama sekali. Teman-temanku masih terbuai dengan mimpi-mimpi indah mereka. Ditambah udara sekarang begitu nyaman untuk dinikmati dengan cara tidur. Maklum anak asrama jarang-jarang siesta magna karena penuhnya acara asrama dan udara sangat mendukung untuk itu.
Ketika aku tidak menemukan tanda-tanda kehidupan itu aku berhenti dan duduk pada kursi kelasku seorang diri. Tiba-tiba muncul dalam gejolak dalam diriku untuk berangan-angan pulang. Seakan aku ingin melarikan diri dari kenyataan ini. yang aku rasakan adalah capai. Lebih-lebih setelah 3 hari mencoba untuk setia pada belajar dan ada rasa ingin segera bebas atau istirahat. Wah… rasanya ada rasa aneh ketika aku bilang istirahat. ada apa dengan kata istirahat ini?
Seketika aku berpikir akankah aku istirahat dalam kehidupan ini? lebih-lebih dalam sebuah drama kolosal yang begitu megahnya? Aku berpikir aku sekarang berada dalam sebuah pementasan drama yang bernama “Panggilan”. Aku memerankan tokoh Theo dan hanya ada satu sutradara saja yang mampu menghendel itu semua. Aku menyebutnya sang sutradara Ilahi. Dapatkah aku istirahat barang sebentar saja ?
Kalau tidak salah sudah hampir 3,5 tahun aku memerankan tokoj Theo dalam pementasan yang berjudul “panggilan”. Kalau benar berarti sudah 3,5 tahun aku berkutat pada itu semua dan telah seluruh hidupku aku curahkan hanya demi pementasan ini. segala cara telah aku lakukan demi sebuah tampilan drama yang indah dan menjakjubkan. Aku telah merubah pikiran, tenaga, bahkan tubuhku rela aku olah demi sebuah pertunjukan.
Gila begitu dasyat sandiwara ini. tetapi akankah ini berlangsung hingga selesai? Sedangkan sekarang aku mengalami rasa capai dan bosan. Muncul dalam diriku pertanyaan akankah aku mencopot sebuah jabatan yang aku terima yaitu Seminaris? Dan istirahat? lebih-lebih keluar dari sebuah drama ini? soalnya gelar dan tokoh Theo begitu berat dalam memerankannya dan memanggulnya. Tetapi anehnya kenapa aku kuat menjalaninya selama 3,5 tahun? Ataukah rasa capai ini hanya emsosi sesaat?
Aku masih berkutat pada pertanyaan ku akankah aku bisa melepasnya dan istirahat? oh….iya siapa yang harus aku tanyai? Aku tersadar aku pernah mengalami peristiwa serupa dan hanya aku temukan dalam situasi yang namanya keheningan. Disana aku dapat mendengar banyak tentang keluhanku.
Aku meningalkan kursi kelasku dan menuju sebuah tempat yang paling aku anggap sacral yaitu kapel Paulus. Seperti pengalaman sebelumnya yang aku lakukan hanya berdiam dan suara-suara dari sang sutradara Ilahi itu akan muncul dan aku tinggal mendengarkannya.
“heh apa yang kamu pikurkan?” kamu telah masuk dan inilah konsekuensinya. Kamu tidak dapat mengelak. Janganlah suam-suam kuku. Tetapkan dan setialah pada pilihanmu. Apabila kamu bosan lawan dan kembalilah memainkan peranmu sebagai Theo.
Tapi akankah aku bisa lepas dari semua intrik drama ini? terlintas dalam pikiranku hdiup normal, bahagia, tanpa tekanan dan bebas. Wah…indah banget itu, tidak ada ikatan apapundalam diriku.
Tapi aku kira aku salah. Hidup ini adalah serangkaian drama kolosal. Hidup seperti memainkan drama dengan peran tertentu. Ketika aku masuk rumah teater itu maka konsekunseinya kamu harus memainkan tokoh Theo dengan jabatan seminaris hingga selesai. Tapi kalau aku keluar karena bosan dan memutuskan untuk keluar dari rumah drama tersebut, kamu harus mencari rumah drama yang lain. kalau tidak kamu akan bersama sang sutradara illahi yang ada hanya putih. Aku akan mengalaminya ketika aku telah selesai memerankan tokoh Theo dalam pertuntunjukan itu. tetapi ketika aku putuskan untuk keluar maka kamu masuk dalam rumah teater yang bernama “awam”. Tentu kamu juga akan memerankan tokoh Theo tapi dengan kesulitan dan tantangan sendiri. Segalanya adalah drama kolosal. Kamu tidak bisa tidak harus merankan tokoh Theo dengan segala judul pementasan,

0 komentar:

    Unordered List

    a

    Text Widget